Notification

×

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Telat Urus Kartu Keluarga Warga Medan Didenda Rp 100 Ribu

05 Januari 2021 | Januari 05, 2021 WIB Last Updated 2022-12-26T01:46:29Z

SATUHATISUMUT.COM, MEDAN – DPRD Medan telah mengesahkan Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan pada pengujung tahun 2020. Dalam Perda itu antara lain diatur mengenai sanksi denda keterlambatan pengurusan akta kelahiran sebesar Rp 100 ribu. Sebelum perda ini berlaku, denda keterlambatan hanya sebesar Rp 10.000. Denda ini dikenakan kepada warga yang mengurus akta kelahiran setelah anak berusia di atas 60 hari. Jika mengurus akta saat anak masih di bawah usia 60 hari, maka tidak dikenakan biaya alias gratis.

Anggota DPRD Medan Syaiful Ramadhan mengakui bahwa denda Rp 100 ribu akan memberatkan bagi warga ekonomi lemah. Namun, katanya, DPRD Medan, dapat menerima penerapan denda sebagai upaya menyadarkan masyarakat tentang pentingnya administrasi kependudukan. “Ini bukan jadi sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang baru bagi Pemko Medan,” ujarnya, Senin (4/1).

Ia menegaskan, administrasi kependudukan merupakan hak dasar setiap rakyat yang menjadi tanggung jawab negara. Karena itu, katanya, tertib administrasi kependudukan warga negara harus diatur sedemikian rupa agar identitas setiap warga negara menjadi jelas dan diakui eksistensinya. “Pelayanan sistem administrasi kependudukan di Kota Medan sudah cukup baik dalam melayani kebutuhan masyarakat dan ini terbukti dengan diakuinya Kota Medan sebagai kota terbaik ketiga secara nasional dalam pelayanan administrasi kependudukan,” ucap Syaiful.

Syaiful juga mengatakan, pendirian mesin anjungan dukcapil mandiri juga sudah mulai ada di Kota Medan untuk menghindari dan meminimalisir korupsi karena hilangnya persinggungan antara petugas dengan masyarakat. Ia berharap ke depannya pelayanan ini semakin lebih baik dengan adanya perda penyelenggaraan administrasi kependudukan yang akan sudah disahkan.

Dalam perda baru ini juga diatur bahwa waktu penyelesaian pelayanan KK paling lambat lima hari kerja, KTP paling lambat tujuh) hari kerja, surat keterangan pindah paling lambat empat hari kerja, surat keterangan pindah datang paling lambat empat hari kerja, surat keterangan pindah ke luar negeri paling lambat empat hari kerja, surat keterangan datang dari luar negeri paling lambat empat hari kerja, dan surat keterangan tempat tinggal paling lambat empat hari kerja. “Waktu-waktu penyelesaian administrasi kependudukan ini terbilang cepat, untuk kemudahan masyarakat dalam mendapatkan hak-hak dasar mereka akan administrasi kependudukan. Untuk hal ini kami minta Pemko Medan bisa profesional dalam menjalankan tugasnya sesuai waktu yang telah ditentukan didalam perda,” ujarnya.

Politisi muda PKS Kota Medan ini mengatakan, dalam pembahasan-pembahasan yang berlangsung di pansus pembuatan ranperda ini tidak mengatur mengenai biaya yang harus dikeluarkan oleh masyarakat yang ingin mengurus surat keterangan pindah dan surat keterangan pindah datang. Artinya setiap warga masyarakat yang ingin mengurus administrasi kependudukan tidak dikenakan biaya alias gratis. Namun, fakta di lapangan pihaknya temukan banyak warga yang mengeluh mahalnya biaya mengurus administrasi kependudukan, khususnya surat keterangan pindah dan surat keterangan pindah datang. “Hal ini harus menjadi perhatian Pemko Medan,” katanya.

Enggan karena Rumit

Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar mengatakan, masyarakat malas mengurus akta kelahiran, KK atau KTP bukan karena tidak memiliki kesadaran tentang pentingnya administrasi kependudukan. Menurutnya, warga enggan karena membayangkan rumitnya urusan di kantor-kantor pemerintahan.

“Tidak usahlah dibuat denda-denda itu. Kenapa? Karena masyarakat bukannya tidak tahu kalau hal-hal seperti itu penting. Masyarakat tahu punya KK, Akta Kelahiran, KTP itu penting. Jika tidak, mereka tidak akan bisa mengurus administrasi seperti mau masuk sekolah, masuk kerja. Masyarakat sadar itu. Yang membuat masyarakat malas ya karena pelayanan di kantor pemerintah,” ujarnya, Senin (4/1).

Ia mengatakan, saat akan mengurus surat-surat di kantor pemerintahan, dari rumah masyarakat sudah membayangkan betapa ribetnya pengurusan. Belum lagi suasana kantor yang ramai, petugas-petugas yang tidak ramah kepada masyarakat, dan faktor lainnya. “Coba bandingkan dengan pelayanan-pelayanan seperti di bank. Begitu datang, kita disambut dengan senyum. Mengantre duduk, ada AC-nya,” katanya.

Abyadi menilai denda Rp 100 ribu akan memberatkan warga miskin. “Saya kira itu sangat memberatkan. Rp 10.000 saja berat, apalagi Rp 100.000. Tapi saya kira permasalahannya itu bukan ketidaksadaran masyarakat untuk tertib administrasi. Layanan yang seharusnya dipermudah,” ujarnya. (rel)

×
Berita Terbaru Update